Mudir Ma’had

Selayang Biografi Mudir Ma’had Al-Husainy

Mudir Ma'had Al-Husainy

BIODATA

Drs. K.H. Habib Ali Alwi bin Thohir Al Husainy (bahasa Arab: علي علوي بن طاهر الحسيني; Transliterasi: ‘Alī ʻAlwī bin Ṭāhir al-Ḥusayny, pengucapan bahasa Arab: [ʕaliː ʕlwieː bin tˤ:hir al-ħuˈsajniː]; lahir di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, 2 September 1967; umur 52 tahun) adalah seorang politisi, da’i, dan ulama Indonesia pendiri Pondok Pesantren Modern Al-Husainy, Serpong, Tangerang Selatan.

KEHIDUPAN AWAL

Habib Ali Alwi lahir sebagai anak ke-6 dari 7 bersaudara di desa Hitulama, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah dari keluarga Alawiyyin bermarga Aal bin Thohir, ayahnya adalah seorang pengusaha swasta bernama Sayyid Alwi bin Husein bin Thohir, sementara ibunya bernama Anawiyah binti Utsman. Habib Ali adalah keturunan ke-6 dari Habib Abdullah bin Husein bin Thohir (l. 1191 H; w.1272 H), ulama asal Hadramaut pengarang kitab Sullam at-Taufīq, yang karyanya tersebut kemudian disyarahi oleh Syekh Nawawi al-Bantani dengan judul Mirqāt Ṣu‘ūd at-Taṣhdīq Fī Syarḥi Sullam at-Taufīq. Darinya kemudian lahir murid-murid yang menjadi ulama besar, di antaranya adalah Habib Ali bin Muhammad bin Husin al-Habsyi, penulis karya monumental risalah Maulid Nabi Muhammad (Simthud Durar).

PENDIDIKAN

Pendidikan agama perdana didapat dari ayahnya, Habib Ali bin Husein bin Thohir. Setelah usia empat tahun dia kemudian merantau ke Jakarta dan tinggal bersama pamannya, Habib Yahya bin Husein bin Thohir di Angke, Tambora, Jakarta Barat selama satu tahun, setelah itu pindah ke rumah kakak perempuannya di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Habib Ali bersekolah pertama kali di Madrasah Al-Mansyuriyah Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat, asuhan Muhammad Mansur. Setelah satu tahun di Al-Mansyuriyah, dia kemudian melanjutkan sekolahnya di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittihad yang hanya ditempuh selama 4 tahun karena mengikuti kelas akselerasi.

Setelah lulus dari madrasah ibtidaiyah pada tahun 1980, ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang pada jenjang madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah hingga lulus pada tahun 1986. Di Tebu Ireng itulah ia memulai aktivitas keorganisasiannya, seperti menjadi ketua OSIS, wakil ketua Pelajar Islam Indonesia Tebu Ireng, hingga menjadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan pada tahun 1981.

Setelah 6 tahun menjadi santri di Tebu Ireng, Ia melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) jurusan Perbandingan Agama fakultas Ushuluddin, sambil mendalami kitab-kitab kuning kepada Habib Muhsin Al Attas Petamburan dan Kiai Haji Muhammad Syafi’i Hadzami. Dia lulus di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1991.

KELUARGA

Pada tahun 1994, Habib Ali menikah dengan Laila Nurlaila Bajri yang merupakan teman dari adik perempuannya. Dari pernikahannya dengan Laila, ia dikaruniai 3 orang anak, Muhammad Husein bin Ali bin Thohir (l. 1995), Ali Zainal Abidin bin Ali bin Thohir (l. 1999), dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Thohir.

AKTIFITAS ORGANISASI

Habib Ali Alwi aktif berorganisasi sejak mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang. Saat itu, ia aktif sebagai ketua OSIS dan wakil ketua Pelajar Islam Indonesia Tebu Ireng.Menginjak perguruan tinggi, ia aktif sebagai Senat Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah tahun 1988–1990 dan Himpunan Mahasiswa Islam Ciputat periode 1986–1991. Setelah lulus kuliah, ia aktif sebagai Ketua Forum Ulama Habaib Banten dan Pengurus Multaqol Ulama Indonesia

MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN

Pada tanggal 9 September 1991, Habib Ali Alwi menggagas ide untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di atas tanah wakaf seluas 1 hektar dari keluarga H. Sano di kampung Pregi, desa Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Pesantren mulai dibangun pada bulan Oktober 1991. Pada awalnya, pesantren tersebut bernama Pondok Pesantren Nur As-Sholihat sesuai nama yayasan yang didirikan oleh Syarifah Alawiyah binti Thohir (kakak perempuan Habib Ali) di Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat. Namun beberapa tahun kemudian, nama pesantren diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Al-Husainy. Pada awal berdiri, di pesantren juga dibangun Taman kanak-kanak dan madrasah diniyah. Kemudian sepanjang tahun 1993-1994, barulah didirikan asrama santri, madrasah tsanawiyah, hingga madrasah aliyah.

Pada tanggal 7 Maret 1994, Habib Ali dengan kakaknya, Syarifah Alawiyah binti Thohir pergi ke notaris untuk mencatat secara resmi berdirinya Pondok Pesantren Modern Al-Husainy di bawah naungan Yayasan Nur As-Sholihat.[ Pada awalnya kurikulum yang diajarkan di pesantren hanya mencakup pendidikan agama saja, namun lama-kelamaan terjadi penambahan pendidkan umum pada kurikulum pesantren. Akibat perluasan lahan perumahan yang terjadi di sekitar pesantren, kini Pondok Pesantren Modern Al-Husainy berada di tengah kawasan kota terencana Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.

AKTIVITAS DAKWAH

Habib Ali Alwi mulai aktif ceramah di beberapa masjid saat nyantri di Pondok Pesantren Tebu Ireng antara tahun 1982-1983. Ketika kuliah di Jakarta, dia aktif membina lembaga-lembaga dakwah kampus di Universitas Indonesia, Universitas Nasional, Universitas Borobudur, instansi pemerintah dan swasta, hingga mengikuti berbagai macam perlombaan ceramah.

Pada tahun 1989, Habib Ali menjuarai lomba pidato tingkat nasional di lembaga dakwah Ibnu Sina, Jakarta, mengalahkan peserta lain seperti Muhammad Arifin Ilham yang menduduki posisi ke-2. Jiwa dakwah Habib Ali sudah tumbuh dari usia muda, sehingga dia sering diundang untuk berceramah di berbagai tempat di Jakarta, bahkan di luar daerah seperti di Cirebon, Tegal, Pekalongan, Banyuwangi, Banjarmasin, Aceh, Kutai, Batam, Padang, bahkan sampai ke Merauke, Papua.

METODE DAKWAH

Metode yang digunakan Habib Ali dalam berdakwah adalah dengan memperhatikan retorika, dakwah dengan memperhatikan retorika adalah memaparkan suatu masalah agama dan kemudian orang merasa terlibat dengan masalah yang sedang dipaparkan. Dia berpendapat, bahwa retorika dalam dakwah bil-lisan adalah suatu keterampilan berbahasa atau seni berbicara di hadapan orang lain dengan lisan secara sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain. Retorika juga merupakan salah satu perangkat ilmu yang mendukung proses pelaksanaan dakwah, sehingga retorika dan dakwah bil-lisan sudah tidak dapat dipisahkan.

Sebagai seorang da’i profesional, Habib Ali memiliki penampilan yang sempurna dari cara berpakaian, berakhlak, gaya penampilan, raut wajah, mimik suara, penjiwaan, hingga kata-kata yang tersistematis dengan tegas dan enak didengar. Berkaitan dengan profesionalisme seorang da’i, dia memaparkan bahwa da’i yang profesional adalah da’i yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas dalam bidang dakwah, serta tahu tugas hingga fungsi sebagai seorang pendakwah.

 

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Alwi

Kembali ke Atas